Kamis, 19 Juni 2025, Juni 19, 2025 WIB
Last Updated 2025-06-19T14:01:49Z
hukum

Adv. Ira Handayani Harahap, SH, MH Soroti Proyek Drainase Tanpa APD: "Pelanggaran Berat dan Tidak Bisa Ditolerir!"


PALI  |Ci – Pelaksanaan proyek pembangunan drainase di wilayah Rejosari, Talang Ubi Utara, Kecamatan Talang Ubi, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), menuai sorotan tajam. Pasalnya, para pekerja di lokasi proyek tersebut terlihat bekerja tanpa menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), yang jelas merupakan pelanggaran serius terhadap aturan keselamatan kerja (K3).

Ironisnya, proyek yang tertera pada papan informasi dengan Nomor Kontrak: 028/12/SPK/ST/DPKP/V/2025 senilai Rp199.700.000, dan dilaksanakan oleh CV. Jaya Wijaya Pratama, secara terang-terangan mengabaikan kewajiban penggunaan APD, padahal kewajiban tersebut telah diatur jelas dalam kontrak kerja, standar operasional prosedur (SOP), dan peraturan perundang-undangan.

Praktik tersebut tidak hanya menunjukkan kelalaian, tetapi juga bisa dikategorikan sebagai bentuk pengabaian keselamatan kerja yang membahayakan nyawa pekerja dan melanggar hukum.

Menanggapi hal tersebut, Advokat Ira Handayani Harahap, SH, MH angkat bicara dengan tegas. Ia menegaskan bahwa proyek ini berpotensi melanggar berbagai peraturan perundang-undangan, di antaranya:
  • UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
  • UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
  • PP No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
“Tidak adanya penggunaan APD dalam pekerjaan konstruksi adalah bentuk pelanggaran berat. K3 bukan sekadar formalitas, tetapi kewajiban mutlak yang dilindungi undang-undang. Ini menyangkut nyawa manusia.” tegas Ira.

Ia juga menjelaskan bahwa aspek K3 wajib diperhitungkan sejak proses lelang proyek, termasuk dalam perencanaan anggaran dan pelaksanaan teknis. Pengawasan terhadap implementasi K3 tidak bisa ditawar—harus dimulai sejak proses tender hingga proyek selesai.

Lebih lanjut, Ira menyatakan bahwa ketidakpatuhan terhadap standar K3 dapat dikenakan sanksi tegas, termasuk:
  1. Peringatan keras
  2. Denda administratif
  3. Pencabutan izin usaha konstruksi
  4. Penghentian proyek
  5. Tuntutan pidana jika terjadi kecelakaan kerja.
“Proyek konstruksi yang memiliki risiko tinggi wajib melibatkan Ahli K3 Konstruksi. Jika tidak, maka ada unsur pembiaran yang bisa berdampak hukum bagi pihak penyedia jasa maupun pemberi kerja.” tandasnya.

Ia pun mendesak agar pihak terkait, termasuk Dinas Teknis dan Aparat Pengawas, segera turun tangan dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proyek ini. Kegiatan konstruksi tanpa perlindungan dasar bagi pekerja adalah bom waktu yang bisa meledak kapan saja.

“Keselamatan kerja adalah hak pekerja dan kewajiban mutlak penyedia jasa. Pelanggaran terhadap hal ini tidak bisa dianggap remeh dan wajib ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku,” pungkasnya.
[tim -wd_red]

Tag Terpopuler