![]() |
| Suasana Pelatihan Publik Speaking dan Dai Cilik di BLK PP Laa Roiba, Sabtu 8 Nov 2025 |
MUARAENIM -- Sabtu pagi, 8 November 2025, halaman Pondok Pesantren Laa Roiba di Desa Kepur Muarenim tampak lebih hidup dari biasanya. Sebab, pekan sebelumnya, setiap Hari Sabtu, biasanya, murid-murid Madrasah Ibtidaiyah (MI) Laa Roiba menikmati hari liburnya.
Namun sejak pagi itu, (Sabtu 8 November 2025) beberapa orang tua berdatangan mengantar anak mereka di depan halaman Gedung Balai Latihan Kerja (BLK) Laa Roiba yang berdiri tak jauh dari bangunan utama pondok.
Dari kejauhan, terdengar suara riuh kecil, tawa, dan panggilan sahut-menyahut. “Ayo masuk dulu, duduk rapi,” kata Pustrini Hayati, S.Pd.I, yang akrab di panggil Ummi Putri, yang pagi itu menjadi pendamping.
![]() |
| Pustrini Hayati, S.Pd.I, Koord. Program |
Di ruangan, ada 13 anak duduk melingkar. Sebagian masih kaku, malu dan kikuk duduk di kursi lipat. Sebagian lagi duduk seerti di kelas layaknya sekolah biasa. Inilah pelaksanaan perdana Kelas Pelatihan Public Speaking dan Dai Cilik khusus santri MI Laa Roiba Muaraenim.
Pustrini Hayati, S.Pd.I, Koordinator Program, berdiri di depan kelas memberi arahan murid-muridnya. Alumnus tahun 2003 Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang ini, kemudian memulai pertemuan pukul 09.00 WIB dengan ajakan sederhana.
“Hari ini kita belajar bernapas yang benar dulu. Suara bagus itu bukan soal keras, tapi soal kendali,” ujarnya.
Suaranya lembut, tetapi cukup jelas untuk mengisi ruangan. Pelatihan hari pertama ini fokus pada teknik napas, vokal, dan artikulasi—fondasi dasar sebelum seorang anak benar-benar bicara di depan khalayak. “Tujuannya sederhana,” kata Pustrini, “ucapan mereka terdengar jelas, rapi, dan tidak terburu-buru. Di situ letak percaya diri mulai tumbuh.”
Anak-anak itu tampak antusias. Izza yang pemalu mencoba mengikuti instruksi membuka mulut lebih lebar saat mengucap huruf-huruf vokal.
Musa dan Affan saling berbisik menirukan gaya dai yang dicontohkan. Rifki dan Kavindra sesekali tertawa saat lidah mereka terasa kaku mengucapkan huruf hijaiyah dan alfabeth. Sementara itu, Akbar yang biasanya menolak tampil, tiba-tiba berani maju, mendemonstrasikan pengucapan huruf dengan nada lantang.
Mentor pelatihan, Imron Supriyadi, S.Ag., M.Hum, seorang dosen yang juga pembina public speaking (2013-2014) di kampus IAIN (Sekarang UIN) Raden Fatah Palembang, memberi arahan perlahan. “Bukan keras, tapi jelas. Bukan cepat, tapi teratur,” ujarnya sembari memperagakan cara mengambil napas dari perut.
Pelatihan ini bukan kegiatan biasa. Ia merupakan bagian dari program BLK PP Laa Roiba Muaraenim, yang akan ditindaklanjuti menjadi Sekolah Publik Speaking dan Dai (SPADA) Laa Roiba.
Ummi Putri menjelaskan, Program ini dilakukan, sejalan dengan arahan Pendiri dan Pimpinan Pesantren, KH. Taufik Hidayat, S.Ag., M.I.Kom.
Menurut KH Taufik Hidayat, pembentukan karakter dan keterampilan berbicara harus dimulai sejak dini. "Oleh sebab itu, orang tua perlu mendorong anak-anaknya ikut pelatihan ini," ujarnya, memberi motivasi kepada para wali santri.
“Ini bekal ketika kelak mereka berada di masyarakat. Santri Pesantren Laa Roiba harus siap kapan saja ketika diminta menyampaikan dakwah,” tegas KH Taufik.
Di Pesantren Laa Roiba Muaraenim, keahlian berbicara bukan sekadar kemampuan tampil. Namun dilihat sebagai tanggung jawab moral. Oleh sebab itu sejak 15 Mei 2024 lalu, BLK Laa Roiba telah menjalankan program Sekolah Khatib dan Imam, (SKIM) Laa Roiba yang telah mengirim para mentornya untuk menggelar pelatihan khotib dan imam di Masjid Al-Ikhlas Desa Lingga.
Rencana SPADA Laa Roiba akan menjadi kelanjutan sekaligus perluasan visi tersebut. “Kami sedang menyiapkan generasi baru dai,” kata Pustrini. “Mereka harus tumbuh dengan percaya diri, santun, dan mampu menyampaikan pesan kebaikan dengan cara yang menyentuh hati,” tegasnya.
Kelas pagi itu berjalan selama satu setengah jam, mulai pukul 09.00-10.20 WIB. Dalam proses latihan tidak ada tekanan, tidak ada ketegangan. Suasananya seperti belajar sambil bermain, namun dengan arah yang jelas.
Sesekali anak-anak diminta berdiri, maju ke depan, atau memperkenalkan diri. Mereka masih gugup, tentu saja. Namun dari sorot mata mereka, ada sesuatu yang tumbuh pelan-pelan: keberanian.
“Target kami jangka panjang,” kata Pustrini. “Kami ingin anak-anak ini suatu hari bisa tampil dalam kontestasi Dai Cilik tingkat nasional. Bukan untuk prestise, tapi untuk menunjukkan bahwa dakwah bisa mekar dari desa, dari pesantren, dari anak-anak yang ditempa dengan sabar,” tambahnya.
Sebagaimana arahan KH Taufik Hidayat, pelatihan ini tidak hanya untuk santri internal PP Laa Roiba. “Program ini terbuka untuk umum,” jelas Pustrini lebih jauh.
Menurut Ummi Putri, anak-anak dari sekolah lain dapat mengikuti kelas di hari Ahad atau pada hari libur sekolah masing-masing. Keterbukaan ini penting agar manfaatnya menjalar lebih luas. “Kami tidak ingin hanya membentuk dai untuk lingkungan sendiri. Semakin luas kesempatan belajar, semakin luas pula manfaat dakwahnya,” tambahnya.
Di luar gedung, beberapa santri tingkat MTs dan Aliyah tampak berlatih voli, sementara sebagian lain masih berada di kelas mereka masing-masing.
Pondok terasa hidup. Seolah semua bagian bergerak, tapi tetap terhubung satu tujuan: pendidikan yang menyeluruh. Di dalam BLK Laa Roiba, ada 13 anak kecil itu masih berlatih mengucapkan huruf demi huruf. Pelan, teratur, penuh tawa kecil. Ada sesuatu yang hangat di ruangan itu: ruang kecil tempat keberanian sedang tumbuh.
“Silakan bagi orang tua yang ingin mendaftarkan putra-putrinya,” ujar Pustrini menutup sesi. “Bisa datang langsung ke kantor BLK PP Laa Roiba setiap jam kerja, atau melalui kontak WhatsApp yang tersedia.”
Ummi Putri menyampaikan kalimat itu dengan tenang, seolah sedang mengundang siapa saja untuk datang dan menyaksikan sendiri sesuatu yang sedang tumbuh pelan-pelan di pesantren ini.
Di luar BLK Laa Roiba, matahari sudah sedikit naik. Anak-anak keluar sambil membawa senyum yang agak berbeda dari saat mereka masuk. Barangkali masih kecil. Barangkali belum sepenuhnya tampak. Namun dari cara mereka menoleh, duduk, dan mengucapkan salam, hari ini sesuatu telah dimulai.
Sebuah langkah kecil menuju panggung yang lebih luas. Sebuah benih kecil menuju mimbar yang kelak akan mereka isi.
TEKS / FOTO : TIM BULETIN LAA ROIBA


%20(1000%20x%20199%20piksel)_20250405_192603_0000.png)